Barangkali sumber yang cukup
tua menyebutkan bahwa Kalimantan pada periode menjelang masuknya Islam di
Kalimantan ialah Negara Kartagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca tahun
1365 ini telah menyebut daerah Kalimantan Selatan yang diketahui ialah daerah
sepanjang sungai Negara, sungai Barito dan sekitarnya.
Situasi politik di daerah
Kalimantan Selatan menjelang Islam banyak diketahui dari sumber historiografi
tradisional yakni Hikayat Lambung
Mangkurat atau Hikayat Banjar.
Sumber tersebut memberitahukan bahwa di daerah Kalimantan Selatan telah berdiri
kerajaan yang bercorak Hindu Negara Dipa yang berlokasi sekitar Amuntai dan
kemudian dilanjutkan dengan Negara Daha sekitar Negara sekarang.
Menjelang datangnya Islam ke
daerah Kalimantan Selatan kerajaan yang bercorak Hindu telah berpindah dari
Negara Dipa ke Negara Daha diperintah oleh Maharaja Sukarama, mertua Ratu Lemak.
Setelah dia meninggal dia digantikan oleh Pangeran Tumenggung yang menimbulkan
sengketa dengan Pangeran Samudera cucu Maharaja Sukarama, yang dilihat dari
segi institusi kerajaan mempunyai hak mewarisi tahta kerajaan. Dengan demikian
Negara Daha adalah benteng terakhir dari institusi kerajaan bercorak Hindu dan
setelah itu digantikan dengan institusi bercorak Islam.
Sunan Giri sangat besar
terhadap perkembangan kerajaan Islam Demak. Sunan Girilah yang memberikan gelar
Sultan kepada raja Demak. Dalam hal ini sangat menarik perhatian hubungan
antara Sunan Giri dengan daerah Kalimantan Selatan. Dalam Hikayat Lambung
Mangkurat diceritakan tentang Raden Sekar Sungsang dari Negara Dipa yang lari
ke Jawa. Ketika dia masih kecil kelakuannya menjengkelkan ibunya Puteri
Kaburangan, yang juga dikenal sebagai Puteri Kalungsu. Waktu dia kecil karena
sering mengganggu ibunya, dia dipukul di kepalanya dan mengeluarkan darah.
Sejak itu dia lari dan ikut dengan juragan Petinggi atau Juragan Balaba yang
berasal dari Surabaya. Juragan Balaba memeliharanya sebagai anaknya sendiri dan
setelah dewasa dia dikawinkan dengan puteri Juragan Balaba sendiri. Dia
mempunyai dua orang putera Raden Panji Sekar dan Raden Panji Dekar. Keduanya
berguru pada Sunan Giri, Raden Sekar kemudian diambil menjadi menantu Sunan
Giri dan kemudian bergelar Sunan Serabut. Raden Sekar Sungsang kemudian kembali
menjalankan perdagangan sampai ke Negara Dipa. Dengan penampilan yang tampan
Raden Sekar Sungsang adalah seorang pedagang dari Jawa, yang banyak mengadakan
hubungan perdagangan dengan pihak kerajaan Negara Dipa. Akhirnya dia kawin
dengan Puteri Kalungsu penguasa Negara Dipa, yang sebetulnya adalah ibunya
sendiri. Setelah Puteri Kalungsu hamil barulah terungkap bahwa suaminya adalah
anaknya yang dulu hilang. Mereka bercerai, Raden Sekar Sungsang memindahkan
pemerintahannya menjadi Negara Daha, yang berlokasi sekitar Negara sekarang,
sedangkan Ibunya tetap di Negara Dipa sekitar Amuntai sekarang. Raden Sekar
Sungsang yang menurunkan Raden Samudera yang menjadi Sultan Suriansyah raja
pertama dari Kerajaan Banjar.
Raden Sekar Sungsang Menjadi
raja pertama dari Negara Daha dengan gelar Maharaja Sari Kaburangan. Selama dia
berkuasa hubungan dengan Giri tetap terjalin dengan pembayaran upeti tiap
tahun.Yang menjadi masalah adalah, kalau Raden Sekar Sungsang selama di Jawa
kawin dengan melahirkan putera Raden Panji Sekar selanjutnya menjadi menantu
Sunan Giri, adalah hal mungkin sekali bahwa Raden Sekar Sungsang juga telah
memeluk agama Islam. Raden Panji Sekar menjadi seorang ulama yang bergelar
Sunan Serabut, adalah hal yang wajar kalau ayahnya sendiri Raden Sekar Sungsang
telah memeluk agama Islam meskipun keimanannya belum kuat. Kalau anggapan ini
benar maka Raden Sekar Sungsang raja dari Negara Daha dari Kerajaan Hindu yang
telah beragama Islam pertama sebelum Sultan Suriansyah.
Kalau benar bahwa Raden Sekar
Sungsang yang bergelar Sari Kaburangan telah beragama Islam, mengapa dia tidak
menyebarkan Islam itu pada rakyatnya. Hal ini terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinannya antara lain bahwa agama Hindu masih terlalu kuat, sehingga lebih
baik menyembunyikan ke Islamannya, atau memang keimanannya belum kuat. Tetapi
yang dapat disimpulkan bahwa Islam telah menyelusup di daerah Negara Daha Kalimantan
Selatan, sekitar abad ke 13-14 Masehi.
A.A. Cense dalam bukunya “De
Kroniek van Banjarmasin”, menjelaskan bahwa ketika Pangeran Samudera
berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung raja Negara Daha. Pangeran
Samudera menghadapi bahaya yang berat yaitu kelaparan di kalangan pengikutnya.
Atas usul Patih Masih Pangeran Samudera meminta bantuan pada Kerajaan Islam Demak
yang saat itu kerajaan terkuat setelah Majapahit. Patih Balit diutus menghadap
Sultan Demak dengan 400 pengiring dan 10 buah kapal. Patih Balit menghadap
Sultan Tranggana dengan membawa sepucuk surat dari Pangeran Samudera. F.S.A. De
Clereq dalam bukunya. De Vroegste Geschiedenis van Banjarmasin (1877)
halaman 264 memuat isi surat Pangeran Samudera itu. Surat itu tertulis dalam
bahasa Banjar dalam huruf Arab-Melayu. Isi surat itu adalah : “Salam sembah
putera andika Pangeran di Banjarmasin datang kepada Sultan Demak. Putera andika
menantu nugraha minta tolong bantuan tandingan lawan sampean kerana putera
andika berebut kerajaan lawan parnah mamarina yaitu namanya Pangeran
Tumenggung. Tiada dua-dua putera andika yaitu masuk mengula pada andika maka
persembahan putera andika intan 10 biji, pekat 1.000 galung, tudung 1.000 buah,
damar 1.000 kandi, jeranang 10 pikul dan lilin 10 pikul”. Yang menarik dari
surat ini adalah bahwa surat itu tertulis dalam huruf Arab. Kalau huruf Arab
sudah dikenal oleh Pangeran Samudera, adalah jelas menunjukkan bukti bahwa
masyarakat Islam sudah lama terbentuk di Banjarmasin. Terbentuknya masyarakat
Islam dan lahirnya kepandaian membaca dan menulis huruf Arab memerlukan waktu
yang cukup lama. Kalau Kerajaan Islam Banjar terbentuknya pada permulaan abad
ke- 16, maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa masyarakat Islam di Banjarmasin
sudah terbentuk pada abad ke- 15. Karena itulah masuknya agama Islam ke
Kalimantan Selatan setidak-tidaknya terjadi pada permulaan abad ke- 15.
Perdagangan sangat ramai
setelah bandar pindah ke Banjarmasin. Disini dapat pula kita lihat perbedaan
perekonomian antara Negara Daha dan Banjarmasin. Negara Daha menitik beratkan
pada ekonomi pertanian sedangkan Banjarmasin menitik beratkan pada perekonomian
perdagangan. Hubungan itu terutama adalah hubungan ekonomi perdagangan dan
akhirnya meningkat menjadi hubungan bantuan militer ketika Pangeran Samudera
berhadapan dengan Raja Daha Pangeran Tumenggung.
Pangeran Samudera adalah
cikal bakal raja-raja Banjarmasin. Dia adalah cucu Maharaja Sukarama dari
Negara Daha. Pangeran Samudera terpaksa melarikan diri demi keselamatan dirinya
dari ancaman pembunuhan pamannya Pangeran Tumenggung raja terakhir dari Negara
Daha. Patih Masih adalah Kepala dari orang-orang Melayu atau Oloh Masih dalam
Bahasa Ngaju. Sebagai seorang Patih atau kepala suku, tidaklah berlebihan kalau
dia sangat memahami situasi politik Negara Daha, apalagi juga dia mengetahui
tentang kewajiban sebagai daerah takluk dari Negara Daha, dengan berbagai upeti
dan pajak yang harus diserahkan ke Negara Daha. Patih Masih mengadakan
pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuwin untuk
mencari jalan agar jangan terus-menerus desa mereka menjadi desa. Mereka
sepakat mencari Pangeran Samudera cucu Maharaja Sukarama yang menurut sumber
berita sedang bersembunyi di daerah Balandean, Serapat, karena Pangeran
Tumenggung yang sekarang Menjadi raja di Negara Daha pamannya sendiri ingin
membunuh Pangeran Samudera.
Pangeran Samudera dirajakan
di kerajaan baru Banjar setelah berhasil merebut bandar Muara Bahan, bandar
dari Negara Daha dan memindahkan bandar tersebut ke Banjar dengan para pedagang
dan penduduknya. Bagi Pangeran Tumenggung sebagai raja Negara Daha, hal ini
berarti suatu pemberontakan yang tidak dapat dimaafkan dan harus dihancurkan,
perang tidak dapat dihindarkan lagi. Pangeran Tumenggung kalah, mundur dan
bertahan di muara sungai Amandit.
Dalam perjalanan sejarah
raja-raja di Kalimantan Selatan, bila diteliti dengan seksama nampak bahwa pergantian
raja-raja dari Negara Daha sampai Banjarmasin dari :
1. Maharaja Sari Kaburangan/Raden
Sekar Sungsang
2. Maharaja Sukarama
3. Pangeran Mangkubumi/Raden
Manteri
4. Pangeran Tumenggung
5. Pangeran Samudera
Bukan pergantian yang lumrah
dari ayah kepada anak tapi dari tangan musuh yang satu ketangan musuh yang
lain, melalui revolusi istana. Raden Sekar Sungsang usurpator pertama
adalah pembangunan dinasti Hindu Negara Daha, dan Pangeran Samudera usurpator
kedua adalah pembangun dinasti Islam Banjarmasin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar